Beyond Provenance merupakan sebuah kolaborasi film transnasional yang digagas oleh inisiatif seni Indeks dari Bandung dan platform pemutaran wysiwyg dari The Hague. Proyek ini merespon upaya pemerintah Belanda pada tahun 2023 untuk mengembalikan sejumlah objek-kebudayaan rampasan ke Indonesia, atau yang juga dikenal sebagai repatriasi. Inisiatif lintas negara ini menjelajahi kemungkinan bagaimana film dan kolaborasi dapat mengkaji kembali narasi-narasi seputar repatriasi. Sekilas, upaya ini nampak progresif. Namun keraguan publik di Indonesia atas usaha ini tidak sedikit. Skeptisme ini cenderung didasarkan pada asumsi ketidakmampuan otoritas terkait di Indonesia dalam mengurus objek-kebudayaan tersebut. Keraguan ini masih sangat Eurosentris; Siapa yang paling baik menyimpan objek-kebudayaan. Aspek-aspek lain terkait hubungan dan nilai yang melekat pada objek kebudayaan tersebut (emosional, kebudayaan, spiritual, komunal) masih jarang menjadi sentimen publik dalam melihat repatriasi.

Hasil utama dari proyek ini adalah tiga karya film pendek yang menjadikan artefak sebagai titik berangkat untuk secara kritis membicarakan sejumlah berbagai lokus tema yang berkelindan dengan sejarahnya yang kompleks. Melalui narasi sejarah dan fungsi pragmatis tiga artefak yang baru saja dikembalikan, duo seniman yang berbasis di Belanda dan Indonesia berkolaborasi untuk bekerja dengan masing-masing artefak. Artefak atau objek-kebudayaan yang secara kritis dijelajahi melalui proyek film ini adalah patung Durga Mahisasuramardini (Dyantini Adeline [ID] dan Vladimir Vidanovski [MD]), Keris Klungkung (Taufiqurrahman Kifu [ID] dan Hattie Wade [UK]) serta Harta Karun Lombok (Kae Oktorina [ID]) dan christopher tym [UK]).

Core team

Contributors

Website

Konsep, rancangan dan pengembangan: Ruben Verkuylen dan Michael Tjia
Penyunting: Rizki Lazuardi